Obrolan Dengan Pengamen 213


“Selamat malam penumpang bus 213, ijinkan saya menghibur saudara sekalian dalam perjalanan anda.Sebelumnya mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan dengan suara saya ini. “Ucapan itu mengalir dari mulut seorang pengamen di atas bus PPD 213 jurusan Grogol – Kampung Melayu yang meluncur melewati kampus Reformasi, Trisakti, Grogol.

Genjrengan senar gitar dan suara yang serak dari pengamen itu mencoba mengalahkan deru mesin bus yang terdengar kencang. Lagu dari Peter Pan didendangkan atau lebih tepatnya diteriakkan pengamen tersebut.
Setelah menyanyikan dua buah lagu, pengamen itu mengambil kantong plastik bekas bungkus permen dari saku belakang celana jeansnya yang kumal.
Aku masukkan uang lima ratus rupiah ke kantong itu sambil memandang mulutnya yang mengucapkan terima kasih dan menyunggingkan senyuman.

“Numpang duduk ya mas,” ucap pengamen itu sambil duduk di bangku sebelahku yang memang kosong.Kamipun mulai mengobrol.Singkatnya dia bercerita bahwa sebelum menjadi pengamen dia adalah pegawai di sbuah perusahaan swasta.Karena perusahaannya bangkrut dia terkena pemutusan hubungan kerja.
“Saya kemudian menjadi tukang ojek mas,”ungkap pengamen itu.Dia bercerita menjadi tukang ojek sekarang semakin susah.Saingannya banyak,ditambah sekarang untuk kredit motor syratnya sungguh gampang. Dalam sehari penghasilannya sebagai tukang ojek sekitar Rp.30.000.Sementara dia harus membayar angsuran kredit motor 400 ribu per bulan.

Akhirnya dengan berbekal gitar dia mencoba untuk mengamen.
“Lumayan mas, bisa bayar cicilan motor.” ujar pengamen itu sambil mengepulkan asap rokok.
“Memang sehari bisa dapat berapa mas?”tanyaku penasaran.
“Sekarang jam berapa mas?sampai sekarang saya sudah dapat 50 ribu lebih mas.” Aku lihat jam yang ada di kaca depan disamping sopir,jam 19.20 malam.
“Yah,nanti jam sembilan saya pulang mas,capek.”lanjutnya. “Biasanya sehari saya bawa pulang 70 ribu rupiah mas.Kalau lagi rame bisa dapet 100 ribu lebih.Lumayan banget mas, sudah nggak ngrepotin orang tua” tukasnya.
“Wah melebihi gaji saya dong mas,”sahut saya sambil tersenyum.”Halah,bisa saja mas ini.Saya turun duluan ya mas,sukses ya mas.”ucapnya,kemudian dia turun di perempatan Slipi.

Setelah pengamen itu turun aku tehanyut lamunan. Ternyata penghasilan pengamen itu termasuk besar. Aku teringat kata-kata terakhir pengamen tersebut,”Sukses ya mas.”
Sialan,ucapan itu sepertinya menyindirku dan orang-orang kantoran yang dari pagi sampai sore bekerja dengan pakaian rapi,di ruangan yang dingin oleh penyejuk ruangan, tetapi terkadang penghasilannya belum tentu melebihi pengamen itu.
Tetapi aku bersyukur masih bisa bekerja,mengutip kata-kata pengamen tadi,”Lumayan banget mas, sudah nggak ngrepotin orang tua.”

Mampang,
Tue,160908

Tinggalkan komentar